PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang dilakukan secara berkelanjutan. Upaya peningkatan kualitas SDM dimulai dengan pemenuhan kebutuhan dasar manusia dengan perhatian utama pada proses tumbuh kembang anak sejak pembuahan sampai dengan dewasa muda. Pada masa tumbuh kembang ini, pemenuhan kebutuhan dasar anak seperti perawatan dan makanan bergizi yang diberikan dengan penuh kasih sayang dapat membentuk SDM yang sehat, cerdas dan produktif (Direktorat Gizi Masyarakat, 2002).
Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kurang gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan produktifitas, menurunkan daya tahan, meningkatkan kesakitan dan kematian. Kecukupan gizi sangat diperlukan oleh setiap individu, sejak janin yang masih di dalam kandungan, bayi, anak-anak, masa remaja, dan dewasa sampai usia lanjut. Ibu atau calon ibu merupakan kelompok rawan, karena membutuhkan gizi yang cukup sehingga harus dijaga status gizi dan kesehatannya, agar dapat melahirkan bayi yang sehat (Direktorat Gizi Masyarakat, 2003).
Upaya perbaikan gizi masyarakat yang dilaksanakan secara intensif selama 30 tahun terakhir telah dapat menurunkan prevalensi beberapa masalah gizi utama, khususnya kurang energi protein (KEP), kurang energi kronis (KEK), gangguan akibat kurang yodium (GAKY), kurang vitamin A (KVA) dan anemi gizi. Namun sampai saat ini anemi gizi masih merupakan masalah gizi utama yang diderita oleh ibu hamil dan wanita pada umumnya. Anemi pada ibu hamil meningkatkan resiko terjadinya keguguran, lahir sebelum waktunya, melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), lahir mati dan kematian prenatal. Ibu hamil yang menderita anemia berat dapat mengalami kegagalan jantung, yang dapat menimbulkan kematian (WHO, 2000).
Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia masih tinggi dibandingkan dengan negara ASEAN. Angka Kematian Ibu sudah menurun dari 425 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1986 menjadi 343 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1997 (SDKI). Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995, menunjukkan bahwa secara nasional prevalensi anemia masih tinggi yaitu pada ibu hamil 50,9 %, ibu nifas 45,15 % , remaja putri usia 10 – 14 tahun sebesar 57,1 % dan pada wanita usia subur (WUS) adalah 39,5 % (Direktorat Gizi Masyarakat, 2003).
Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan, baik sel tubuh maupun sel otak. Kekurangan kadar Hb dalam darah dapat menimbulkan gejala lesu, lemah, letih, lelah, dan cepat capai. Akibatnya dapat menurunkan prestasi belajar, olahraga, dan produktifitas kerja. Di samping itu daya tahan tubuh penderita kekurangan zat besi akan menurun, selanjutnya penderita mudah terkena infeksi (Direktorat Gizi Masyarakat, 2003).
Anemia disebabkan kurangnya zat besi atau Fe dalam tubuh. Hal ini karena masyarakat Indonesia khususnya wanita kurang mengkonsumsi sumber makanan hewani yang merupakan sumber zat besi yang mudah diserap (heme-ion). Sebagian bahan makanan nabati (non heme-ion) merupakan sumber zat besi yang tinggi tetapi sulit diserap, sehingga dibutuhkan porsi yang besar untuk mencukupi kebutuhan zat besi dalam sehari. Jumlah tersebut tidak mungkin terkonsumsi (Direktorat Gizi Masyarakat, 2003).
Kebutuhan zat besi pada wanita tiga kali lebih besar dari pada kebutuhan pria. Hal ini antara lain karena wanita mengalami haid setiap bulan yang berarti kehilangan darah secara rutin dalam jumlah yang cukup banyak. Hal ini yang memperberat terjadinya anemia pada wanita adalah sering melakukan diet pengurangan berat badan karena faktor ingin langsing/kurus. Sehingga seringkali wanita memasuki masa kehamilannya dengan kondisi dimana cadangan zat besi dalam tubuhnya kurang atau terbatas (Direktorat Gizi Masyarakat, 2003).
Program penanggulangan anemia gizi pada WUS mempersiapkan kondisi fisik wanita sebelum hamil agar siap menjadi ibu yang sehat dan pada waktu hamil tidak menderita anemia, sedangkan pada usia remaja putri diutamakan mengkonsumsi makanan bergizi yang seimbang agar dalam masa pertumbuhan dapat terpenuhi zat besi dalam darah sehingga dalam proses belajar tidak mengalami gangguan (Direktorat Gizi Masyarakat, 2003)
Survei data dasar pada 10 Kabupaten di Jawa Tengah pada tahun 1998 menunjukkan angka prevalensi anemia lebih tinggi dari angka nasional yaitu pada remaja putri (SLTP dan SMU) sebesar 57,4% (Direktorat Gizi Masyarakat, 2003). Menurut Hastuti dkk, (1998), di Kabupaten Magelang prevalensi anemia diketahui sebesar 48,7 %. Hal ini dikarenakan adanya gangguan metabolisme oksidatif otak diakibatkan oleh rendahnya kandungan hem dan enzim ion dependent yang menimbulkan perubahan perilaku.
Berdasarkan masalah tersebut di atas, maka penulis bermaksud untuk melakukan penelitian tentang ” Hubungan antara kadar Hb dengan prestasi pelajar putri SLTP Kecamatan Borobudur Kabupaten Magelang ”.
Untuk Selengkapnya Silahkan Download secara GRATIS, klick dibawah :
DOWNLOAD dengan Ziddu
DOWNLOAD dengan ORON



0 komentar:
Posting Komentar