PENDAHULUAN
Latar Belakang
Angka Kematian Batita menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan anak dan faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap kesehatan anak dan faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap kesehatan anak balita seperti gizi, sanitasi, penyakit menular dan kecelakaan. Angka Kematian Batita adalah jumlah kematian anak umur 0-3 tahun per 1.000 kelahiran hidup.Angka Kematian Batita pada tahun 2002 diperkirakan sebesar 43 per 1000 kelahiran hidup dan ternyata Hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia 2002-2003 (SDKI 2002-2003) menunjukkan bahwa AKABA mencapai 23 per 1.000 kelahiran hidup. Pada tahun 1996 AKABA diperkirakan sebesar 58 per 1.000 kelahiran hidup, kemudian turun menjadi 53 pada tahun 1992 dan turun kembali menjadi 28 pada tahun 2000. Sedangkan Angka kematian batita di D. I. Yogyakarta dalam beberapa tahun terakhir (kecuali tahun 2002) terlihat mengalami penurunan terus-menerus.
Status gizi batita merupakan salah satu indikator yang mencerminkan tingkat kesejahteraan masyarakat. Keadaan gizi, terutama sejak masa batita, akan sangat mempengaruhi tingkat kecerdasan manusia dewasa. Hal ini disebabkan kecukupan gizi sangat diperlukan untuk pertumbuhan otak terutama pada masa balita yang nantinya akan menghasilkan manusia yang produktif dan berkualitas (Susenas, 2001). Berbagai studi telah mengidentifikasi faktor-faktor resiko tinggi yang mempunyai pengaruh terhadap status gizi anak. Faktor-faktor itu berkaitan dengan kondisi medis, sosial, ekonomi, dan tingkat pendidikan yang mencakup salah satunya adalah penyapihan dini (Suhardjo, 2003).
Masa penyapihan pada anak merupakan masa yang sulit dimana anak mengalami masa peralihan antara disapih dan mulai mengikuti pola makan orang dewasa. Sering kali karena kurang bersihnya makanan yang diberikan anak mengalami diare setelah penyapihan. Apabila salah dalam pemberian makanan pada balita setelah penyapihan bisa berakibat penurunan status gizi pada balita (Neilson, 1997).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan United Nations Childern’s Fund (UNICEF) merekomendasikan menyusui eksklusif sejak lahir untuk 6 bulan pertama, dan meneruskannya bersama makanan pendamping Air Susu Ibu (MP – ASI) yang cukup sampai 2 tahun atau lebih,tetapi sebagian besar ibu dibanyak negara mulai memberikan bayi makanan atau minuman buatan pada umur kurang dari 6 bulan, dan banyak lagi menghentikan menyusui sebelum anak berumur 2 tahun (Depkes, 2005). Melihat begitu unggulnya ASI maka sangat disyangkan bahwa pada kenyataannya penggunaan ASI belum seperti yang diharapkan. Penggunaan ASI yang dianjurkan adalah sampai umur 6 bulan bayi hanya diberi ASI saja, kemudian pemberian ASI diteruskan sampai umur 2 tahun bersama dengan makanan tambahan yang adekuat
Data yang diperoleh tentang lamanya pemberian ASI di Kabupaten Sleman pada tahun 2005 yaitu usia 0-5 bulan sebanyak 2.961 (7,78%), usia 6-11 bulan sebanyak 1.607 (4,22%), usia 12-17 bulan sebanyak 6.175 (16,22%), usia 18-23 bulan sebanyak 5.244 (13,78%) dan usia >24 bulan sebanyak 22.077 (58%) (Susenas 2005).
Status gizi balita di DIY pada tahun 2005 terdapat 1,20% balita mengalami gizi buruk, 9,00% mengalami gizi kurang kurang, 83,29% mengalami gizi normal, dan 6,51% mengalami gizi lebih. (DinKes Provinsi DIY, 2005). Di Kabupaten Sleman terdapat 57.548 balita, yang ditimbang sebanyak 53.265 balita. Untuk status gizi di Kabupaten Sleman terdapat 37.087 balita (64,45%) mengalami gizi normal, 301 balita (0,52%) mengalami gizi kurang. (Profil Kesehatan Kabupaten, 2005). Sedangkan di Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman yang akan dijadikan lokasi penelitian terdapat 2,67% batita mengalami gizi buruk, 6,23% batita mengalami gizi kurang, 88,77% batita mengalami gizi baik, dan 1,78% batita mengalami gizi lebih. Untuk desa Wonokerto sendiri terdapat 317 batita, 2,20% mengalami gizi buruk, 17,03% mengalami gizi kurang, 80,21% gizi baik, dan 0,68% gizi lebih (Subdin Kesga Dinkes Sleman, 2005).
Peneliti mengambil obyek penelitian di lokasi tersebut diatas karena didasari studi pendahuluan yang menunjukkan bahwa dilokasi tersebut masih ada balita dengan gizi buruk dan gizi kurang dan juga lamanya pemberian ASI yang kurang dari 2 tahun. Berdasarkan kondisi tersebut penulis mencoba meneliti apakah ada hubungan antara lama pemberian ASI dengan status gizi batita di Desa Wonokerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman
Untuk Selengkapnya Silahkan Download secara GRATIS, klick dibawah :
DOWNLOAD dengan Ziddu
- Download BAB I
- Download BAB II
- Download BAB III
- Download BAB IV
- Download BAB V
- Download Daftar Pustaka
DOWNLOAD dengan ORON



0 komentar:
Posting Komentar